Jadikan Fenomena Hijaber Community Sebagai Momentum Berbusana Syar'i

0 komentar


oleh::Ummu Hafizh
Pembina Gerakan Umat Anti Maksiat (GUMAM)

Hijabers Community yang menjadi trend fashion busana muslimah adalah wadah komunitas wanita muslimah yang dibentuk pada tanggal 27 November 2010 di Jakarta, oleh 30 wanita berjilbab dengan latar belakang profesi dan kehidupan yang berbeda. Sebuah komunitas yang akan mengakomodasi kegiatan yang terkait dengan jilbab dan muslimah, mulai dari fesyen, gaya jilbab dan segala sesuatu yang akan membuat kaum muslimah menjadi lebih baik.  

Mereka sangat kreatif dalam menciptakan gaya-gaya fesyen baru yang out-of-the-box. Trend fashion style ala hijabers terlihat unik, modern dan stylish, mendobrak pakem dan membuktikan bahwa berbusana muslim justru akan menambah cantik dan anggun penampilan muslimah.  
Banyak tanggapan tentang gaya berjilbab ala hijaber community. Banyak yang positif, karena memberikan motivasi dan inspirasi agar wanita muslimah tidak merasa berat untuk berbusana muslimah. Namun tidak sedikit yang mengkritisi agar para hijabers bisa menemukan gaya hijab yang cantik, menutupi dada dan leher, tidak ketat, tidak membentuk lekuk tubuh, tidak tipis, tidak pakai celana leggings. You can not be look sexy if you are wearing hijab....but you still can look chick!.

Di tengah perkembangan semangat berjilbab di kalangan muslimah yang menggembirakan, kita harus mengkaji kembali bagaimana aturan baku yang telah Alloh tunjukkan secara jelas dalam Qur’an dan Sunnah. Sehingga arah proses jilbabisasi muslimah tetap dalam koridor syariat dan mendapat ridho Alloh SWT.  Hadits Rosululloh saw. Berikut layak menjadi peringatan: “Dua golongan penduduk neraka yang belum pernah aku lihat keduanya, yaitu:… para wanita yang berpakaian tapi telanjang dan para wanita yang mudah dirayu atau suka dirayu, rambut mereka disasak bagaikan punuk unta.  Para wanita itu tidak akan bisa masuk surga, bahkan tidak dapat mencium harumnya surga, padahal harum surga dapat tercium dari jarak yang sangat jauh.".

Batasan aurat wanita

Alloh berfirman: “Janganlah menampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa nampak daripadanya...”  (QS An Nur: 31).  Lafazh illa maa zhoharo minha maksudnya adalah kecuali wajah dan kedua tangan.  Alloh telah memberikan batasan yang jelas tentang aurat wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali muka dan kedua tangan (telapak dan punggung tangan) sampai pergelangan tangan.  

Kedua bagian inilah yang biasa nampak di hadapan Nabi, dan Nabi mendiamkannya. Keduanya juga biasa tampak ketika wanita beribadah haji dan sholat.  Nabi bersabda: “Jika seorang perempuan telah baligh, ia tidak boleh menampakkan tubuhnya kecuali wajahnya dan ini (Rasulullah saw menggenggam pergelangan tangannya sendiri, lalu membiarkan telapak tangannya saling menggenggam satu sama lain)”.

Kain panjang, celana panjang, rok, kaos, dapat dianggap sebagai penutup aurat. Wanita diperintahkan untuk menutup auratnya dengan pakaian yang dapat menutupi kulit dan warna kulitnya (tidak tipis/transparan). Usamah meriwayatkan bahwa Nabi saw pernah bertanya kepadanya tentang kain alqibthiyah yang tipis. Usamah menjawab bahwa ia telah mengenakan kepada isterinya. Rasululloh kemudian bersabda: “Suruhlah isterimu untuk mengenakan kain pelapis (puring) lagi di bagian bawahnya, karena sesungguhnya aku khawatir kalau sampai lekuk tubuhnya tampak”.  Dalam hadits ini menggunakan kata tashifu (artinya menampakkan warna yang ada dibaliknya), bukan tasykilan (menampakkan bentuk yang ada dibaliknya). Jadi wanita wajib menutup auratnya dengan pakaian yang tidak tipis.

Bedakan pakaian rumah dan pakaian di luar rumah 

Jika wanita telah menutup aurat, maka tidak berarti ia boleh keluar rumah dengan pakaian tersebut.  Islam membedakan pakaian di rumah dan pakaian keluar rumah. Hadits yang dituturkan oleh Ummu Athiyah:“Rasululloh saw telah memerintahkan kepada kami untuk keluar menuju lapangan pada saat Hari Raya Idhul Fithri dan Idhul Adha, baik wanita tua, yang sedang haidh, maupun perawan.  Wanita yang sedang haidh menjauh dari kerumunan orang yang sholat, tetapi mereka menyaksikan kebaikan dan seruan yang ditujukan kepada kaum muslim. Aku lantas berkata: “Ya Rasululloh saw, salah seorang diantara kami tidak memiliki jilbab. Beliau bersabda: “Hendaklah salah seorang dari saudaranya meminjamkan jilbabnya”.

Jadi semua muslimah disunnah untuk menghadiri sholat Hari Raya, tetapi harus mengenakan jilbab. Hadits ini menyiratkan tentang jilbab yang wajib dikenakan wanita ketika keluar rumah. 

Kaidah syar’iy busana muslimah 

Wanita harus mengenakan busana muslimah yang sempurna ketika bertemu dengan laki-laki yang bukan mahromnya atau ketika keluar rumah.  Busana muslimah bagian atas adalah kerudung. Alloh SWT berfirman:“Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau bapak mertua mereka, atau putera-putera mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, putera-putera saudara wanita mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak milik mereka, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak punya keinginan terhadap wanita, atau anak-anak laki-laki yang belum mengerti tentang aurat wanita..”  (QS An Nur:31). Ayat khimar (kerudung) ini turun untuk menanggapi model busana wanita saat itu berupa penutup kepala (muqoni’) yang tidak menutupi leher dan dada.

Sedangkan busana muslimah bagian bawah adalah jilbab. Alloh SWT berfirman: “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak wanitamu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”.  (QS Al Ahzab: 59).

Kriteria syar’i tentang kerudung

Kerudung atau bahasa Arabnya khimar, bentuk jamaknya disebut khumur (lihat QS. An Nuur 31), adalah pakaian syar’I wanita bagian atas, yakni menutup kepala hingga dadanya. Kriterianya adalah: 1) tidak tipis (HR. Imam Malik dalam Al Muwattha’ nomor 1650); 2) kalau tipis harus dilapisi dengan puring (HR.Sunan Abu Dawud nomor 3956); 3) panjang kerudung menimal menutupi juyub, yakni kerah baju jilbab sekitar 3 kancing baju agar kepala wanita bisa masuk (QS. An Nuur 31); 4) menutupi kepala, rambut, dua telinga, leher, dan dada (Hadits Nabi bersabda kepada Asma binti Abu Bakar bahwa tidak boleh terlihat dari wanita kecuali muka dan telapak tangan).        

Kriteria Syar’i tentang Jilbab 

Jilbab adalah pakaian syar’iy bagi wanita muslimah yang keluar rumah. Kriterianya adalah: 1) dikenakan di atas pakaiannya yang biasa dikenakan di rumah (Hadits Ummu Athiyah tentang perintah wanita keluar rumah mengikuti sholat Ied di lapangan); 2) menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan/pergelangan tangan (hadits kewajiban wanita menutup tubuh kecuali muka dan telapak tangan); 3). Terusan dari atas, bukan merupakan potongan atas bawah di pinggang seperti rok atau celana.   Pakaian terusan ini bisa berupa khimar yang panjang dari penutup kepala sampai seluruh tubuh, atau dari leher sampai seluruh tubuh (QS. Al Ahzab 59); 4) menutupi warna kulit alias tidak transparam. Hadits perintah Nabi kepada Usamah agar istrinya melapisi jilbab tipisnya dengan kain tebal; 5) lebar dan luas sehingga tidak menampakkan lekuk tubuh (Menurut Kamus Al Muhith: Jilbab adalah laksana terowongan atau lorong yakni baju atau pakaian yang longgar bagi perempuan selain baju kurung atau pakaian apa saja yang dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti baju kurung”); 6) tidak menarik perhatian secara menyolok; 7) tik menyerupai pakaian orang kafir (HR Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. Bersabda: Siapa saja yang meniru atau menyerupai cara hidup suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka); 8) tidak menyerupai pakaian pria ( HR Sunan Abu Dawud nomor 3940 tentang Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang memakai pakaian perempuan dan perempuan yang  memakai pakaian laki-laki”); 9) irkha’, yakni jilbab itu diulurkan sampai menutup kedua kaki (Pengertian dari kalimat yudniina min jalaabiibihinna dalam QS. Al Ahzab 59 adalah mengulurkan ke seluruh tubuh sampai menutup kaki. Diriwayatkan bahwa Ummu Salamah menanyakan perihal wanita mengulurkan pakaiannya terkait isbal. Maka Nabi menjawab hendaknya diulurkan sejengkal. Lalu Ummu Salamah mengatakan kalau begitu kedua kakinya masih tampak. Maka Nabi saw memerintahkan mengulurkannya sehasta tidak boleh lebih).

Khatimah

Derngan memperhatikan kriteria-kriteria kerudung dan jilbab di atas insyaallah para jilbaber dapat mengenakan pakaian yang sesuai koridor syar’iy, sederhana, cantik, tapi tidak mengumbar kecantikan dan aurat, hingga tidak mengganggu hawa nafsu para pria.  Semoga dengan pakaian syar’i para jilbaber menjadi wanita sholihah yang mulia dunia akhirat.  Wallahua’lam!
sumber
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Copyright © 2011. Khazanah Islami - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger