Pertanyaan:
Assalaamu‘alaikum Ustadz, saya ingin tanya bagaimana hukumnya berbohong untuk kebaikan? Dan sekalain dalilnya. Terima Kasih Assalaamu‘alaikum
Jawaban:
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. Pada dasarnya Islam melarang seorang muslim untuk berbohong. Bahkan berbohong dalam Islam dipandang sebagai salah satu sifat kekufuran dan kemunafikan. Di dalam Al-Qur’an Alloh SWT berfirman: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan hanyalah mereka yang tidak mengimani (mempercayai) tanda-tanda kekuasaan Alloh. Mereka adalah kaum pendusta.” (An-Nahl: 105) Rasulullah SAW pun menggolongkan mereka yang berdusta termasuk orang-orang yang memiliki karekteristik kemunafikan. Beliau bersabda: “Empat hal jika semuanya ada pada seseorang ia adalah munafik semurni-murninya munafik. Jika satu di antara yang empat itu ada pada dirinya maka padanya terdapat saru sifat kemunafikan hingga ia dapat membuangnya; Jika berbicara ia berduta, jika diberi amanah ia khianat, jika berjanji ia melanggar dan jika membantah ia berbohong.” (HR. Bukhori Muslim)
Dalil-dalil di atas menunjukan dengan tegas bagaimana kecaman Islam terhadap kebohongan dan orang-orang yang melakukannya. Namun demikian Rasulullah SAW memberikan pengecualian terhadap tiga kebohongan yang boleh (mubah) dilakukan oleh seorang muslim Dari Ummu Kultsum RA ia berkata:”Saya tidak pernah mendengar Rasulullah SAW memberi kelonggaran berdusta kecuali dalam tiga hal: Orang yang berbicara dengan maksud hendak mendamaikan, orang yang berbicara bohong dalam peperangan dan dan suami yang berbicara dengan istrinya serta istri yang berbicara dengan suaminya (mengharapkan kebaikan dan keselamatan atau keharmonisan rumah tangga)”. (HR. Muslim)
Tidak mungkin dapat diterima jika orang yang hendak mendamaikan pihak-pihak yang berselisih menyampaikan apa yang oleh satu pihak kepada pihak lain. Itu pasti akan lebih mengobarkan api yang sedang menyala. Ia harus berusaha meredakan suasana, jika perlu ia boleh menambah-nambah dengan berbagai perkataan yang manis dan tidak menyebut cercaan atau umpatan pihak yang satu terhadap pihak yang lain. Dalam suasana perang pun tidak masuk akal jika orang memberi informasi kepada musuh, membuka rahasia pasukannya sendiri, atau memberitahu musuh tentang informasi-informasi yang mereka butuhkan. Rasulullah SAW bersabda: “Perang itu adalah tipu daya” Demikian pula, tidak bijaksana jika seorang istri berkata terus terang kepada suaminya tentang perasaan kasih sayangnya terhadap lelaki lain sebelum pernikahannya dengan suami sekarang padahal perasaan itu sendiri sudah hilang ditelan waktu. Atau pun suami mengkritik secara terbuka makanan yang dengan susah payah dimasakan oleh istrinya bahwa ini tidak enak lah, kurang anulah. Akan menjadi lebih baik jika suami mengatakan makanan ini sangat lezat (meskipun pada kenyataannya memang tidak) hanya saja mungkin perlu tambahan ini dan itu.
Wallahu a‘lam bishshowab. Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
+ komentar + 1 komentar
saya pernah dengar cerita kurang lebih seperti ini.
Ada si A dikejar2 oleh orang yang ingin mencelakannya. Panggil saja bang napi. Si A terus berlari kemudian di pertigaan jalan dia bertemu dengan orang (sebut saja B). secara singkat si A menjelaskan kepada si B kalau hidupnya terancam, jadi dia minta tolong kepada si B. Di pertiggaan itu si A lanjut lari ke kanan. Beberapa saat kemudian bang napi sampai di pertigaan dan bertanya kepada si B kalau dia lihat si A atau tidak. Si B bilang kepada bang napi kalau tadi ada orang lari ke arah kiri (si B berbohong untuk melindungi si A)
Posting Komentar