... STATUS FACEBOOKMU ..
HARGA DIRIMU, ..
RENUNGAN DI BALIK LAYAR FACEBOOK ...
Bismillahir-Rah maanir-Rahim ...
Saya tertegun membaca note seorang teman yang dikutipnya dari
ISLAMIC LIBRARY “
Ketika Iffah mulai luntur” (dibalik fenomena facebook).
Sebuah note yang mengusik harga diri, moral etik dan kesantunan dalam komunikasi
komunal. Wajah facebook semakin menampilkan mike up penggunanya yang tak terhingga. Sebagai sebuah fenomena yang rata
menggejala, facebook semakin
bergeser dari sekedar alternatif jalinan komunikasi di dunia maya.
Ada user yang begitu cerdas
memanfaatkan statusnya untuk menyampaikan pesan yang bermanfaat.
Menjadikannya sebagai alat penggerak solidaritas yang massif untuk menghimpun
dukungan atas penderitaan orang lain.
Ada yang mendisainnya sebagai link dakwah dan pesan Islam rahmatan lil alamin atau aktifitas lain dalam
kerangka amar ma’ruf nahyi munkar. Alhamdulillah,
Terhadap yang demikian ini, kita patut bersyukur dan mengapresiasiny a dengan tulus. Ada pula user yang menjadikan
wallnya bagai “tembok ratapan”atas apa yang dialaminya seharian begitu naif.
Ada yang sekedar iseng mengumbar kata yang tidak jelas
apa makna dibalik apa yang ia tulis.
Yang lebih dari itu, ada pula
facebooker yang memanfaatkan status pertemanan mayanya
sebagai alat mengelabui orang lain.
Bahkan ada yang sengaja
memasang “jerat” untuk orang yang dibidiknya.
Terhadap yang demikian, sangat terasa bahwa pertemanan di dunia maya
hanyalah mendiskon waktu tanpa mendapatkan manfaat apa-apa selain kesenangan semu belaka.
Bahkan bisa jadi, facebook tak
ubahnya seperti menggali lubang”sial” bagi penggunanya.
Yang cukup rawan adalah fasilitas audio visual di facebook.
Memang,video, film atau gambar, membuat pesan yang ditampilkan di wall
begitu jelas dan hidup.
Dalam hitungan detik pesan itu diterima ke seberap pun jumlah relasi dalam
pertemanan di account facebook. Namun lagi-lagi, ada video atau potongan film atau gambar yang
sangat kental nuansa moral etiknya.
Ada pula yang sangat rendah nilai moral etiknya. Maka facebook,
seperti sebilah pisau bermata dua. Note teman saya itu membuat saya
tersadarkan akan hal itu. Katanya,“STATUS FB KAMU…HARGA DIRIMU”.
Sebuah catatan menyindir dan menohok atas status pertemanan di dunia maya.
Berteman pada dasarnya adalah naluri. Siapapun memiliki
kecenderungan mencari teman,menerima teman dan ingin diterima
dalam status pertemanan.
Sebab sifatnya yang naluriah (fitrah) itu, Islam mengajarkan agar
pertemanan hendaknya diikat dalam bingkai saling menghormati,
menghargai dan masing-masing pihak menjaga kehormatan pribadi
orang lain dalam jalinan pertemanannya.
Bahkan sangat dianjurkan apabila memilih atau menerima teman
diniatkan untuk menjalin sillaturrahim dan persaudaraan.
Inilah kerangka dasar pertemanan yang patut dikembangkan ddan diindahkan.
Rambu-rambu jalinan pertemanan yang sehat dan hanif sebenarnya
sudah sangat jelas kita miliki dalam khazanah Islam; dien yang kita
junjung kemuliaannya.
Begitu juga dari sisi kejiwaan maupun nilai-nilai moral. Baik nilai-nilai moral yang
berkembang di masyarakat (sosial), apatah lagi nilai-nilai Islam sebagai
nilai yang paling luhur dalam pola hubungan antar individu seperti
telah disinggung.
Seyogyanya, seorang facebooker muslim atau muslimah harus setia
menampilkan nilai-nilai Islami dan mengembangkannya setiap kali berinteraksi dengan teman di
dinding facebooknya.
Namun kesadaran demikian belumlah merata dipahami setiap kita. Memang bagian dari sifat bawaan
dalam konteks naluri berteman, manusia memiliki kecenderungan
yang beragam.
Seseorang memilih teman akan selalu mengikuti kata hati dan kecenderungan yang ada pada dirinya.
Setiap orang pastilah begitu. Tetapi kepastian itu
beraneka ragam bergantung masing-masing pribadi. Maka dapatlah dimaklumi apabila
ada yang menolak berteman dengan seseorang karena
menurutnya tidak sesuai dengan type atau selera kecenderunganny a.
Sebaliknya, ada orang yang baru beberapa saat berkenalan telah merasa akrab
sebab keduanya merasa memiliki kesamaan dalam beberapa hal.
Benarlah isi dari sebuah riwayat yang menyatakan: ”Ruh-ruh manusia tersusun
laksana prajurit yang berbaris.
Mana yang saling kenal (cocok/sesuai/ se-ideologi) akan saling berpadu.
Dan mana yang saling mengingkari akan berselisih/ berpisah.” (HR. Al-Bukhari).
Riwayat ini bukan saja menjelaskan fakta kecenderungan setiap orang
dalam memilih teman.
Tetapi menjadi dasar untuk mencermati ke mana arah pertemanan itu dibawa.
Riwayat ini hemat saya bersesuaian dengan satu riwayat yang menyatakan bahwa:”
Setiap yangdilahirkan mengikut fitrah,
kemudian ibu bapaknya menjadikannya Yahudi atau Nasrani
ataupun Majusi”.
Dengan kata lain, seseorang membawa kecenderungan berteman sejak lahir kepada siapa
yang cocok dengannya berteman.
Dan kecenderunganny a semakin berkembang sebab lingkungan pertemanannya mendukung penuh
disebabkan persamaan karakter yang melekat pada jiwanya.
Apabila lingkungan pertemanannya bernuansa tauhid, maka besar kemungkinan tauhidnya
berkembang subur. Tetapi ketika lingkungannya adalah jahil, tidak tertutup kemungkinan ia
menjadi layaknya manusia jahiliyah.
Karena itu, idiologi seorang teman Patut dicermati. Sebagaimana kita ketahui, sebuah
idiologi akan mengikat seseorang dengan amat sangat kuat.
Idiologi itu akan mewarnai pola pikir, pola ucap, pola baca, pola tulis dan
segala relasinya yang kemudian menjadi pola dalam setiap interaksinya.
Sangat mungkin sekelompok orang akan berteman secara komunal dan akrab karena
idiologi marxis yang sama-sama mereka anut.
Begitu juga orang yang berpaham pluralis, liberalis atau skuleris akan
saling merasa cocok satu sama lain karena sebab yang sama.
Maka tidaklah aneh, apabila ada pribadi yang merasa risih berdekatan dengan penjudi, pemabuk atau
pezina. Bahkan ia ingin berlari sejauh-jauhnya dari mereka lantaran dirinya lebih banyak
berkumpul dan merasa dekat dengan orang-orang yang berakhlak kariimah.
Sebaliknya juga begitu. Secara naluriah, remaja pelaku dan pegiat
maksiat yang akrab dengan narkoba, seks bebas, diskotik dan
hiburan malam akan menghindari remaja masjid yang senang berlama-lama di masjid, doyan ngaji
dan memperdalam agama yang menjadi idiologinya.
Alangkah relevannya riwayat Imam Ahmad yang dengan amat jernih
menegaskan bahwa teman seperti idiologi.
Dinyatakan dalam riwayatnya: ”Seseorang akan mengikuti agama/ keyakinan sahabat karibnya. Maka hendaklah setiap
orang memperhatikan siapa yang menjadi sahabatnya itu.” (HR.Imam Ahmad).
Catatan teman saya yang mengutif sorotan atas beberapa status yang
banyak muncul di layar facebook memang boleh dikata sudah tidak wajar.
Bahkan terkesan vulgar dan seronok. Mungkin bagi yang merasa cocok karena memiliki kesamaan
kecenderungan, status itu dianggap biasa-biasa saja, wajar dan lumrah.
Tapi ternyata tidak oleh teman saya,dan saya menilainya pun demikian vulgarnya.
Namun bisa jadi karena perbedaan karakter dan kecenderungan, yang menilai vulgar
itulah yang dituduh memiliki pikiran ngeres, jorok dan seronok.
Cobalah cermati status berikut yang dikutip teman saya dari “Ketika
Iffah mulai luntur” (dibalik fenomena facebook).
Tertulis status seorang wanita: “Hujan-hujan malam-malam
sendirian, enaknya ngapain ya….?” Sekilas, bunyi status seperti ini
memang biasa saja apabila hanya untuk dinikmati sendiri oleh
penulisnya. Tetapi ketika status seperti itu dibagikan kepada sekian
ribu isi kepala, maka segera akan menjadi masalah.
Komentar- koment ar lah yang mempertegas bahwa status itu mengundang
masalah seperti ditulis salah seorang lelaki yang dalam
komentarnya: ”mau ditemanin? Dijamin puas deh…”
Apa yang Anda bayangkan kemudian? Bukankah coretan dinding seperti ini terkesan liar
meskipun dapat ditebak arahnya?
Lain hal kalau komentar itu berbunyi misalnya,” minum wedang jahe Mba, pasti
menghangatkan”. Atau,” gosok gigi, cuci kaki, ambil selimut tebal, tidur deh”.
Bukankah kesan yang ditimbulkannya berbeda dari
yang pertama?
Kutipan selanjutnya, seorang wanita
lainnya menuliskan statusnya: “bangun tidur, badan sakit semua,
biasa …habis malam jumat ya begini…”.
Yang laki-laki tidak kalah hebat menulis statusnya,
“habis minum jamu nih….,
ada yang mau menerima tantangan?
Status dan komentar seperti itu bersahut-sahuta n tak terkendali.
Sampai kepada status yang berbunyi, “ mau tidur nih, panas
banget…bakal tidur pake dalaman
lagi nih”. Status kurang elok seperti ini
langsung memancing berpuluh2 komentar datang.
Ada komentar yang nakal dan bernada melecehkan juga bermunculan.
Maka sebuah Status jahil, akan diaminkan dengan bahasa yang jahil pula. Seperti koor
paduan suara, saling sambut penuh nafsu’ mengumandangkan suaranya.
Tak disadari, status serta komentar seperti itu laksana interaksi persahabatan tanpa hati nurani dan
rasa malu.
Fenomena di atas menjadi tanda besar bagi facebooker muslim, bahwa hegemoni ‘kesenangan semu’
yang dibungkus dengan ‘persahabatan fatamorgana’
tengah ditampilkan facebook yang melindas semua rasa malu,
tata krama dan kehormatan diri.
Inikah ciri khas pertemanan maya?
Lalu terngianglah di telinga bait syair yang ditulis sastrawan Taufik Ismail yang dinyanyikan Chrisye.
Chrisye memang telah berpulang ke haribaan Allah.
Tetapi pesan dalam lagunya seperti tetap hidup dalam konteks menata diri dalam berbagai spektrum.
Sangat relevan saat menulis status di facebook yang menyelamatkan.
Akan datang hari ..Mulut dikunci ..
Kata tak ada lagi ... Akan tiba masa ..Tak ada suara ..
Dari mulut kita ... Berkata tangan kita ..
Tentang apa yang dilakukannya ... Berkata kaki kita ..
Kemana saja dia melangkahnya ...
Menilik secara jujur riwayat Imam Ahmad di muka, sesungguhnya teman adalah cermin diri setiap orang.
Orang yang berkawan karib dengan pribadi seronok, adalah
pantulan bayangan atas cermin dirinya. Begitu pun sebaliknya, senang bergaul dekat dengan
orang-orang soleh adalah juga bayangan atas dirinya.
Maka kriteria teman baik dan buruk menjadi sangat jelas. Teman baik
bagi seorang muslim adalah teman yang bisa menyelamatkan.
Teman yang meneguhkan saat berada di jalan yang lurus dan
mengingatkan saat keliru bermain- main di jalan yang salah.
Teman baik seperti ini hanya bisa ditemukan pada pribadi yang seiman dan seagama.
Sedangkan teman buruk adalah teman yang menjerumuskan pada kehinaan.
Teman yang menjauh saat
ingat pada kebaikan dan amal saleh,tetapi mengajak semakin jauh
tersesat di saat terlena pada kedurhakaan dan maksiat.
Dengan demikian, berhati-hati
memilih teman jauh lebih bijak dari sekedar alasan memperbanyak
teman tanpa memilah dan memilih siapa di antara semuanya yang
layak dijadikan sebagai teman.
Apabila diri kita dianggap sebagai teman, tolonglah teman yang
dizalimi dengan memberikannya perlindungan dari kezaliman.
Tolong pula teman yang zalim
dengan menghentikan perbuatan zalimnya. Dengan begitu kita telah menjadi
teman yang baik. Teman yang bukan semata-mata menunjukkan
jalan ke surga, tetapi juga teman yang mampu menyelamatkan
sahabt dari jilatan api neraka meskipun sebelah kakinya telah
tercebur ke jurangnya yang menganga.
Duhai sahabat, mari menulis, menulis yang menyelamatkan ..
Mari membaca, membaca yang mencerdaskan ..
Mari berbagi, berbagi yangmemuliakan ...
Depok, April 2010.
(Abdul Mutaqin/ abdul_mutaqin@ya hoo.com/ eramuslim.com)
Wallahua’lam bish Shawwab ....Barakallahufiku m .... ...
Semoga tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah
lama terkunci ... ~ o ~
Salam santun dan keep istiqomah ... ---
Jika terjadi kesalahan dan
kekurangan disana-sini dalam
catatan ini ... Itu hanyalah dari
kami ... dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan ... ----
Semoga bermanfaat dan Dapat
Diambil Hikmah-Nya ...
Silahkan DICOPAS atau DI SHARE jika
menurut sahabat note ini
bermanfaat .... #BERSIHKAN HATI MENUJU RIDHA
ILAHI#
--------------- --------------- --------------- --- ....
Subhanallah wabihamdihi
Subhanakallahum ma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha
Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu
Ilaik ....
Posting Komentar