Kisah Islam: Melihat Aib Sendiri

1komentar

Salah satu kisah Islam yang saya ambil dari buku ''hidayah''edisi 73

  Suatu hari Umar ra, berkata kepada Salman'' Apa saja yang kau dengar tentang diriku yang tak kau sukai, wahai Salman?''
   Mendengar pertanyaan yang tak disangkanya itu Salman hanya diam.Hatinya memang menyimpan gunjingan orang tentang Umar, tapi demi menjaga persahabatan mereka, ia tak akan menyampaikan itu. Salman tak bersedia menjawabnya. Tapi rupanya Umar terus mendesak.
  ''Aku mendengar bahwa engkau menumpuk dua lauk dalam satu piring dan engkau memiliki dua pakaian, pakaian siang dan pakaian malam,''ujar Salman.
  ''Adakah hal lain yang kau dengar?''tanya Umar lagi.
  ''Tidak''.
  ''Kedua hal itu udah kutinggalkan.''ujar Umar lega

Umar mengajukan pertanyaan itu dengan tujuan yang pasti: mengetahui aib diri.
Umar tentulah bukan orang yang tak suka bermuhasabah dan bertafakur tentang amal dirinya.Kegiatan interopeksi itu pastilah sudah ia lakukan. Tapi Amirul mukminin adalah Abu Bakar itu masih merasa kurang. Ia takut keterbatasan diri membuatnya luput melihat aib dirinya secara utuh. Makany Ia menemui Salman sebagaimana dia juga menemui Khudzaifah, seorang sahabat yang dipandang memegang rahasia Rasulullah serta sangat tajam pandangannya dalam melihat orang munafik.
  ''Adakah kau melihat tanda2 kemunafikan dalam diriku, Khudzaifah?''tanya Umar.
Yang dianggap aib oleh Salman dan dibenarkan oleh Umar tentu bukanlah perkara besar jika diukur dengan nilai yang berlaku saat ini.

Menengok kisah ini kita sungguh malu jika melihat kehidupan kita hari ini. Adakah kita bertanya kepada teman yang dipercaya atau kepada ustad yang kita anggap saleh tentang aib diri kita?. Pernahkah kita dengan hati ikhlas dan jujur, berusaha mencari tahu apa saja kekurangan2 diri kita selama ini sebagai pijakan untuk memperbaikinya dikemudian hari.
Tentu sulit menjawab bahwa hal ini sudah atau kerap kita lakukan.

Aib bisa berarti bukan aib bagi orang2 yang sudah dicabut rasa malunya itu. Tentu hal ini merupakan kondisi yang sudah sangatbersangatan keaibannya. Dalam kondisi lain, dan ini yang sering kita hadapi, adalah kondisi saat kita begitu mudah melihat kesalahan orang lain namun tak mampu melihat kesalahan diri sendiri. Benarlah sebuah pepatah mengatakan Gajah di pelupuk mata tidak terlihat, semut di seberang lautan terlihat. Kita terlalu mudah mengkritik dan mebeberkan kekurangan orang lain tapi sedikitpun tak tahu kekurangan diri sendiri.yang trkadang jauh lebih banyak dr kesalahan orang lain.Hal inilah yang kadang membuat kegiatan mengkritik sangat dekat dengan sifat kedengkian.

Mukmin sejatinya sudah dijadikan sebagai  cermin bagi mukmin yang lain. Merekalah pihak yang menjadi subyek konsep saling menasehati dalam kebenaran dan sabar sebagaimana termaktub dalam surat Al-Ashr. Aib seorang mukmin dapat melihat pada mukmin yang lain , begitu sebaliknya. 
Cukuplah ini sebagai pelajaran bagi semua  untuk  berusaha melihat aib sendiri dengan hati ikhlas dan kesungguhan memperbaikinya..
Waallahu A'lam 

Saya Ambil dari buku HIDAYAH,bln Agustus 2007

Share this article :

+ komentar + 1 komentar

26 Agustus 2013 pukul 01.46

I like this article..

Posting Komentar

 
Support : Copyright © 2011. Khazanah Islami - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger