Masjid Agung Demak

0 komentar

 
Masjid Agung Demak
 

 
Merupakan salah satu masjid yang tertua di Indonesia berlokasi di Kauman tepatnya di Desa Gelagah Wangi, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Raden Fatah bersama Wali Songo mendirikan masjid ini tahun 1466 hingga 1477 M. Masjid Agung Demak telah mengalami beberapa renovasi dengan tetap mempertahankan ciri khasnya yaitu atap bersusun tiga serta jumlah pintu sebanyak 5 buah.
Masjid Agung Demak mempunyai nilai sejarah Islam terkait Wali Songo yang menggunakan masjid ini sebagai tempat berkumpul, berdiskusi, dan memikirkan metode penyebaran Islam di Nusantara khususnya di Tanah Jawa. Hingga saat ini Masjid Agung Demak menjadi monumen hidup penyebaran Islam di Nusantara.

Raden Fatah merupakan putra Raja Majapahit yaitu Brawijaya V dengan putri asal Campa (Kamboja) Putri Dwarawati Murdiningrum yang telah masuk Islam. Raden Fatah kemudian menjadi perintis berdirinya kerajaan Islam pertama di Jawa. Kelahiran Demak tersebut mengakhiri masa Kerajaan Majapahit dimana kemudian sebagian penganut Hindu pada masa itu berpindah ke Bali dan sebagian lagi ke Tengger.

Arsitektur Masjid Agung Demak adalah contoh dari masjid tradisonal Jawa dimana tidak memiliki kubah seperti umumnya masjid modern kini. Bentuk bangunan atap berbentuk limas ditopang 8 tiang yang disebut Saka Majapahit. Atap ini bersusun-susun dan hanya dikenal di kepulauan Nusantara dari Aceh hingga Maluku. Bentuk bangunan Masjid Agung Demak berbeda dari kelaziman pada  zaman itu dimana mengadopsi arsitektur lokal yang berkembang di masyarakat meliputi joglo yang memaksimalkan bentuk-bentuk limas dengan berbagai dinamikanya. 

Bangunan masjid terbuat dari kayu jati berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh 4 buah tiang kayu besar (soko tatal atau soko guru) yang dibuat oleh empat wali dari Wali Songo. Keseluruhan bangunan ditopang 128 soko, empat di antaranya soko guru yang menjadi penyangga utama bangunan masjid. Jumlah tiang penyangga masjid 50 buah, sebanyak 28 penyangga serambi dan 34 tiang penyangga tatak rambat, sedang tiang keliling sebanyak 16 buah.

Bangunan masjid sejak awal berdirinya mengalami perbaikan dan pemugaran. Terakhir terjadi tahun 1987 dengan bantuan dana dari APBN dan dari negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI)  karena mengakui keberadaan Masjid Agung Demak sebagai monumen bagi masyarakat muslim yang memiliki arsitektur unik sesuai dengan dinamika zamannya. Masjid Agung Demak berbeda dengan arsitek masjid pada umumnya di jazirah Arab yang identik dengan kubah. Material Masjid Demak didominasi kayu jati dan beratapkan sirap ditopang 4 tiang utama (soko guru). Atapnya bersusun tiga berbentuk segitiga sama kaki mirip dengan pura umat Hindu sekaligus wujud akulturasi budaya setempat dan melambangkan tingkat orang Islam, yaitu Mukmin, Muslim dan Muhsin.

Menurut cerita rakyat tiang utama dan atap sirap masjid tersebut adalah hasil karya para wali, yaitu Sunan Ampel, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Salah satu soko guru, hasil karya Sunan Kalijaga tidak terbuat dari kayu utuh sebagaimana layaknya tiang utama, melainkan dari potongan kayu (tatal) yang disusun dan diikat. Bagi masyarakat Demak dan sekitarnya terdapat cerita bahwa salah satu atap sirap Masjid Agung Demak terbuat dari intip(kerak nasi liwet) hasil buatan Sunan Kalijaga.

Di dalam lokasi kompleks Masjid Agung Demak juga terdapat beberapa makam raja-raja Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat museum yang berisi peninggalan berkaitan riwayat berdirinya Masjid Agung Demak.
 
 

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Copyright © 2011. Khazanah Islami - All Rights Reserved
Proudly powered by Blogger