Ramadhan Mubarok
Oleh Dr. Armiadi Musa, MA. Kepala Baitul Mal Aceh
Di akhir Ramadhan umat Islam juga mempunyai kewajiban membayar zakat fitrah sebelum menunaikan shalat Ied. Kewajiban ini telah diungkapkan dalam hadis Nabi dari Ibnu Umar ra, ia berkata: “Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah sebesar satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas orang merdeka, budak, laki-laki, perempuan, orang dewasa, anak kecil dari kaum muslimin.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Makna Zakat Fitrah (Zakat Fitri), adalah zakat yang berkaitan dengan futur (berbuka puasa) Ramadhan, ketika kaum muslimin telah mengakhiri masa-masa puasa mereka di bulan tersebut hingga datangnya bulan Syawal. Oleh karenanya ia disebut futur, yang artinya berbuka dan tidak lagi diwajibkan berpuasa.
Imam Syafi’iy melihat dalam perintah ini unsur ta’abbudi (pengabdian hamba) lebih menonjol, karena itu beliau berpendapat bahwa zakat fitrah sebesar 1 sha’ (setara dengan 4 mud atau lebih kurang 2,5 kg) mutlak harus dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok setempat tanpa bisa diganti dengan uang yang senilai atau bahkan lebih. Pendapat ini diikuti oleh semua ulama pengikutnya (syafi’iyah) tanpa terkecuali.
Berbeda dengan Imam Hanafi yang memandang bukan sisi ta’abbudiyah-nya yang menonjol, namun kebutuhan fakir miskinlah yang diutamakan, sehingga beliau membenarkan zakat fitrah itu dapat dibayar dengan nilai (uang) yaitu harus setara dengan nilai kadar ukuran manshus berupa 1 sha’ tamar (kurma), atau 1 sha’ gandum (sya’ir).
Di antara hikmah pensyariatan zakat fitrah adalah: Pertama, sebagai satu bentuk solidaritas antarsesama, khususnya kepada fakir miskin yang tidak mempunyai makanan pada Hari Raya Idul Fitri; Kedua, zakat fitrah merupakan pembersih puasa dari hal-hal yang mengotorinya, sebagaimana sabda Rasululllah saw: “Zakat fitri merupakan pembersih bagi yang berpuasa dari hal-hal yang tidak bermanfaat dan kata-kata keji (yang dikerjakan waktu puasa), dan bantuan makanan untuk para fakir miskin.” (HR. Abu Daud);
Ketiga, zakat fitrah merupakan sarana pembersih jiwa dan harta benda kita sebagaimana firman Allah Swt: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat kamu membersihkan dan menyucikan mereka. Sesungguhnya doa kamu menjadi ketenteraman jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103), dan; Keempat, zakat fitrah merupakan bentuk rasa syukur kepada Allah Swt karena telah memberikan taufik-Nya sehingga bisa menyempurnakan puasa Ramadhan.
Waktu paling utama untuk menyerahkan zakat fitrah adalah pada pagi hari sebelum shalat Id. Sedangkan waktu wajibnya adalah setelah terbenam matahari akhir Ramadhan sampai sebelum dilaksanakan shalat Id. Dalilnya adalah hadis Ibnu Abbas bahwasanya Rasululullah saw bersabda: “Barang siapa yang membayar zakat fitrah sebelum shalat Id maka termasuk zakat fitrah yang diterima; dan barang siapa yang membayarnya sesudah shalat ied maka termasuk sedekah biasa (bukan lagi dianggap zakat fitrah).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis di atas menjelaskan bahwa barangsiapa yang membayar zakat setelah shalat Id, tidak dianggap sebagai zakat fitrah, tetapi sedekah biasa. Sebagian ulama menyatakan bahwa pembayaran zakat fitrah sebelum shalat Id merupakan hal yang sunnah dan dianjurkan, bukan merupakan kewajiban, sehingga zakat fitrah yang dibayarkan setelah shalat Id masih dianggap sah.
Apabila pembayarannya dimajukan satu atau dua hari sebelum Idul Fitri, maka itu dibolehkan. Alasannya, Ibnu Umar ra pernah membayar zakat fitrah 1-2 hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. Bahkan sebagian ulama membolehkan membayar zakat fitrah pada awal Ramadhan atau di pertengahannya.
Zakat fitrah hanya diberikan kepada fakir miskin dan tidak diberikan kepada muallaf, ibnu sabil, dan lainnya dari delapan golongan yang disebut dalam Surah At-Taubah ayat 60. Sebab ayat tersebut berkenaan tentang mustahiq dalam zakat mal, bukan zakat fitrah.
Pendapat tersebut dipegang oleh Imam malik dan Imam Hambali. Hal ini berdasarkan hadis Ibnu Abbas ra berkata: “Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kesalahan, dan memberi makan kepada orang- orang miskin.”(HR. Bukhari dan Muslim).
Namun Imam Syafi’iy memperuntukkan zakat fitrah kepada delapan golongan secara merata, sedangkan pendapat yang lebih populer adalah pendapat jumhur yang menyatakan bahwa zakat fitrah itu diperuntukkan bagi delapan asnaf, tetapi dikhususkan untuk fakir miskin. Wallahu ‘a’lam bishawab.
Oleh Dr. Armiadi Musa, MA
Posting Komentar