Oleh Abu Hasanoel Bashry HG. Pimpinan Dayah MUDI Masjid Raya Samalanga, Bireuen.
“La Ilaha illallahu walaa na’budu illa iyyahu mukhlishinalahuddin walau karihal kaafiruun” (Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan tidak kami menyembah selain kepada-Nya, seraya memurnikan ketaatan pada-Nya walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya).
UNGKAPAN di atas merupakan sebuah pengakuan yang tulus bahwa ibadah yang selama ini kita lakukan semata-mata karena mengharap ridha Allah SWT. Maka takbir dan tahmid yang kita lantunkan mendidik kita, sekaligus menjadi ikrar untuk ikhlas menyembah Allah Swt dalam segala keadaan, meski orang-orang kafir tidak akan berpangku tangan sampai kita menyembah apa yang mereka sembah.
Jauh-jauh hari kita sudah berikrar bahwa kita senantiasa akan menyembah Allah yang menghidupkan dan mematikan. Dialah maha atas segala-galanya. Selanjutnya, kita berikrar dalam lanjutan lantunan takbir tersebut, yaitu “La Ilaha illallahu wahdahu shadaqa wa’dahu wa nashara ‘abdah” (Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, janjinya senantiasa benar dan senantiasa menolong hamba-Nya).
Hal tersebut telah dibuktikan oleh sejarah pejuangan Rasulullah saw yang mampu memperteguh perjuangan memperkenalkan agama baru dalam komunitas masyarakat jahiliyah. Kalau dilihat dari sisi kemampuan lahiriah, Nabi Muhammad bersama para sahabatnya mestinya sudah terpukul mundur, karena pada masa itu kaum musyrikin menggerakkan segala kekuatan dan kemampuan untuk menghancurkan kaum muslimin. Teror, acaman fisik, fitnah dan cercaan mereka timpakan kepada Rasulullah saw.
Bermacam tipu daya yang dilakukan tidak menyurutkan beliau untuk berjuang membela agama Allah Swt. Dan, Nabi Saw mendapat kemenangan yang luar biasa, karena adanya pertolongan Allah Swt. Keyakinan kepada Allah dan ber-’ubudiyah kepada-Nya, Insya Allah dapat menuntun kita melewati setiap kesulitan yang kita hadapi di dunia ini. Dalam bait takbir selanjutnya kita juga melafalkan “Wa a’azza jundahu wa hazamal ahzab wahdah” (Dan Allah memuliakan tentara-Nya, dan Allah sendiri yang menaklukkan tentara-tentara musuhnya).
Siapakah tentara yang dimuliakan itu? Mereka itu adalah yang berjuang membela dan menegakkan agama Allah dengan penuh keikhlasan semata-mata karena Allah Swt. Jika kita memakmurkan masjid untuk kejayaan Islam dan umatnya, kita adalah tentara Allah. Jika kita menyelenggarakan dakwah menyeru kepada amar ma’ruf nahi munkar, kita adalah tentara Allah. Jika kita marah karena agama kita dihina dan dicaci maki orang, maka kita juga adalah tentara Allah. Intinya, yang menjadi tentara Allah adalah orang-orang yang mau berjuang menegakkan agama Allah dengan berbagai cara yang telah diatur dalam agama itu sendiri.
Memang sekarang kita tidak lagi berperang seperti perang badar, uhud, khaibar dan perang khandak. Akan tetapi yang kita hadapi sekarang adalah perang ideologi, pemikiran dan perang keyakinan. Perang ideologi bisa dikatakan perang urat saraf menghadapi orang-orang yang menipu umat dengan berbagai metode yang berkedok Islam, mereka menggunakan bermacam slogan ilmiah melalui performa modernis serta diplomasi intelektual, untuk melakukan manipulasi hujjah dan korupsi dalil atas nama maslahat, pembaruan, persamaan, persatuan, kemanusiaan, kebebasan, keadilan dan HAM, dan lain-lain. Oleh karena itu kita mesti berhati-hati terhadap aksi-aksi yang mencoba memudarkan Islam dewasa ini.
Pada Hari Raya Idul Fitri, kita umat Islam laksana bayi-bayi yang baru lahir dari ibunya, bersih dari noda dosa. Inilah hasil dari sebulan melatih diri membina ketakwaan, berjuang memerangi hawa nafsu, musuh yang tak kasat mata manusia. Maka, marilah kita jadikan hari Raya Idul Fitri ini sebagai momentum membangun Aceh yang bersyariat dalam semua tatanan kehidupan. Karena nilai-nilai kesucian Idul Fitri sesungguhunya harus kita terjemahkan dalam semua tatatan kehidupan kita yang akan datang.
Inilah hakikat dari Idul Fitri yang sedang kita rayakan. Yaitu hari di mana orang mukmin bergembira dan senang karena dosanya telah diampuni oleh Allah Swt. Jadi, merayakan Idul Fitri merupakan sesuatu yang hampa bila substansi dari perayaan tersebut tidak kita miliki. “Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar... Lailaha illallahu wallahu akbar, Allahu akbar walillahilhamd”. Selamat Idul Fitri 1434 Hijriah; Mohon maaf lahir dan batin!
Bapak:Abu Hasanoel Bashry HG.
Posting Komentar